IMF Koreksi Pertumbuhan Ekonomi

ILUSTRASI. EKSPOR IMPOR: Ilustrsi kendaraan berat mengangkut kontainer di Terminal Petikemas, kawasan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. 

Hampir semua negara di dunia, tampaknya, harus berjuang menghadapi ancaman resesi. Merujuk laporan teranyar Dana Moneter Internasional (IMF) bertajuk World Economic Outlook (WEO) October 2019, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi global mayoritas dalam tekanan.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi kelompok emerging markets dan negara berkembang terkoreksi menjadi hanya 3,9 persen pada akhir tahun ini. Sebelumnya, pada April, IMF menurunkan target pertumbuhan ekonomi 0,2 persen dari prediksi awal pada Januari 3,5 persen menjadi 3,3 persen.
Penasihat ekonomi sekaligus Direktur Departemen Riset IMF Gita Gopinath menuturkan, target tersebut merupakan angka paling rendah sejak krisis keuangan global.
“Meningkatnya hambatan perdagangan dan ketegangan geopolitik terus melemahkan pertumbuhan ekonomi global,” ujarnya dalam laporan yang terbit Selasa (15/10).
Indonesia diperkirakan hanya tumbuh 5 persen pada tahun ini. Proyeksi itu sejalan dengan Bank Dunia yang baru-baru ini juga memperkirakan angka pertumbuhan yang sama untuk Indonesia. Tahun depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal sedikit lebih tinggi, yaitu 5,1 persen, dan terus meningkat hingga 5,3 persen pada 2024.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menuturkan, pertumbuhan ekonomi tahun ini memang diperkirakan di kisaran 5 persen. Di bawah target pemerintah, sesuai dengan proyeksi World Bank dan IMF.
“Perlambatan pertumbuhan disebabkan banyak faktor. Utamanya faktor eksternal, penurunan harga komoditas, serta ketiadaan kebijakan terobosan yang dapat mengurangi dampak turunnya harga komoditas,” jelas Piter Rabu (16/10).
Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus fokus meningkatkan permintaan domestik. “Jadi, kita bisa memanfaatkan pasar domestik untuk memacu konsumsi dan investasi. Caranya bagaimana, yaitu dengan menyinergikan kebijakan moneter fiskal dan sektor riil,” imbuhnya.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira memandang realisasi pertumbuhan ekonomi bisa lebih rendah daripada yang diproyeksikan. “Kalau lembaga internasional merevisi pertumbuhan, realisasinya bisa jauh lebih rendah dari 5 persen. Untuk Indonesia bisa ke 4,8 sampai 4,9 persen,” ujarnya.
Terlebih, kinerja neraca perdagangan terus mengalami defisit. Dengan kondisi itu, dia berharap pemerintah tidak mencabut subsidi.
Sementara itu, ekspor nonmigas tahun ini diprediksi tumbuh 8 persen. Meski meleset dari angka optimistis awal, yakni 11 persen, angka 8 persen akan membawa nilai ekspor Indonesia ke USD 175,8 miliar, naik dari tahun lalu yang mencapai USD 162,8 miliar.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebutkan, ada enam sektor industri nonmigas yang terus digenjot pemerintah hingga akhir 2019. “Enam sektor itu adalah furnitur dan produk kayu, makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia dasar,” ujar Enggar.
IMF PROYEKSI PERTUMBUHAN RI
April 2019 5,2 persen
Juli 2019 5,2 persen
Oktober 2019 5 persen
2020 5,1 persen
Sumber: IMF-World Economic Outlook (WEO) October 2019

Share:

Recent Posts